Kaprodi PAI Umsida Tekankan Puasa Syawal Untuk Lanjutkan Ketakwaan

Pai.umsida.ac.id – Setelah menjalani ibadah Ramadan selama satu bulan penuh, umat Islam kembali diingatkan bahwa semangat ibadah tak boleh surut meskipun bulan suci telah berlalu. Salah satu bentuk amalan lanjutan yang sangat dianjurkan adalah puasa enam hari di bulan Syawal, atau yang dikenal dengan Puasa Syawal.

Baca Juga:Mewujudkan Pendidikan Agama Islam yang Inovatif: Implementasi Merdeka Belajar di Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo

Bagi civitas akademika Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), khususnya di Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), momen ini menjadi refleksi penting untuk mempertebal komitmen spiritual pasca-Ramadan.

Dr Anita Puji Astutik, S.Ag., M.Pd.I, dosen Prodi PAI FAI Umsida, menjelaskan bahwa puasa Syawal bukan sekadar rutinitas ibadah sunnah, melainkan bentuk kontinuitas semangat Ramadan yang mampu memperkuat ketakwaan dan konsistensi beribadah. “Puasa Syawal mengajarkan kita untuk tetap berkomitmen menjaga amal ibadah pasca-Ramadan, sehingga semangat spiritual tidak berhenti saat takbir berakhir,” ujarnya.

Keutamaan dan Hikmah Puasa Syawal Menurut Islam

Puasa Syawal memiliki keutamaan yang luar biasa sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Muslim:

“Barang siapa yang berpuasa Ramadan kemudian diikuti dengan enam hari di bulan Syawal, maka baginya (pahala) puasa selama setahun penuh.” (HR. Muslim)

Dr Anita menekankan bahwa puasa ini merupakan bentuk ikhtiar umat Islam dalam menyempurnakan ibadah Ramadan. “Dengan menambahkan enam hari puasa di bulan Syawal, seseorang bisa mendapatkan pahala yang setara dengan puasa selama setahun. Ini adalah peluang besar yang sayang jika dilewatkan,” tuturnya.

Di lingkungan akademik keislaman seperti PAI Umsida, nilai-nilai seperti inilah yang terus digaungkan kepada mahasiswa agar tidak hanya memahami konsep ibadah secara tekstual, namun juga mampu menginternalisasikan maknanya dalam kehidupan sehari-hari.

“Melalui kajian tematik dan diskusi keagamaan, kami mengajak mahasiswa untuk memaknai ibadah sunnah seperti puasa Syawal tidak hanya dari sisi fiqih, tetapi juga hikmah moral, psikologis, dan sosialnya,” lanjut Dr Anita.

Manfaat Spiritual dan Fisik: Pendidikan Keteladanan dalam PAI

Dalam kacamata pendidikan agama Islam, puasa Syawal bukan sekadar praktik individual semata, tetapi juga sarana pembelajaran karakter dan kedisiplinan spiritual. Mahasiswa PAI, yang kelak akan menjadi pendidik dan da’i, perlu meneladani ajaran ini dalam kehidupan mereka.

“Sebagai calon guru agama, penting bagi mahasiswa PAI untuk mengajarkan makna puasa Syawal sejak dini kepada anak didik mereka. Ini bukan sekadar ibadah tambahan, tetapi sarana membentuk kebiasaan baik yang konsisten,” jelas Dr Anita.

Puasa ini juga membawa manfaat kesehatan dan mental. Secara fisik, puasa membantu tubuh melakukan detoksifikasi setelah Idul Fitri, menjaga pola makan tetap seimbang, dan menstabilkan metabolisme. Dari segi spiritual, ia menjaga semangat ibadah agar tetap menyala sepanjang tahun.

“Puasa Syawal adalah jembatan yang menghubungkan semangat Ramadan ke bulan-bulan berikutnya. Ia membantu kita menjaga konsistensi dalam ibadah dan memperkuat disiplin diri,” imbuhnya.

Ajakan PAI Umsida: Jadikan Syawal sebagai Awal Langkah Konsistensi Ibadah

Program Studi Pendidikan Agama Islam FAI Umsida mengajak seluruh mahasiswa, dosen, dan masyarakat umum untuk tidak melewatkan kesempatan emas ini. Dengan memanfaatkan momentum Syawal, setiap Muslim bisa memperkuat hubungan dengan Allah SWT, serta meningkatkan kualitas ibadah dan karakter spiritual mereka.

“Meski puasa Syawal bersifat sunnah, mereka yang tidak melaksanakannya tidak berdosa. Tapi kerugian moral dan spiritual tentu sangat terasa, karena peluang besar untuk mendapatkan pahala sepanjang tahun telah terlewat,” jelas Dr Anita.

Dalam konteks pembelajaran PAI, puasa Syawal juga bisa menjadi bahan ajar yang sangat relevan dengan kehidupan siswa. Guru PAI di madrasah atau sekolah bisa menjadikannya sebagai tema dalam pendidikan akhlak, fiqih, hingga praktik ibadah sehari-hari.

Baca Juga: Kebijakan Ekonomi Donald Trump dalam Sorotan Ekonomi Syariah

Dr Anita menutup dengan ajakan penuh semangat, “Jadikan Syawal bukan akhir dari Ramadan, tapi awal dari perjalanan ibadah yang konsisten. Karena sejatinya, amal terbaik adalah yang dilakukan terus-menerus, meski sedikit.”

Penulis: AHW
Sumber: Dr Anita Puji Astutik Mpdi