Merefleksikan Hari Ibu Dengan Nilai Keteladanan dan Pendidikan dalam Perspektif Islam

Pai.umsida.ac.id – Peringatan Hari Ibu yang jatuh setiap tanggal 22 Desember kerap dimaknai secara sederhana sebagai momen seremonial. Ucapan selamat, pemberian bunga, atau unggahan media sosial bertema kasih sayang sering kali menjadi bentuk perayaan yang paling menonjol.

Baca Juga: Pendidikan Islam Sebagai Fondasi Pembentukan Karakter Moderat & Berintergram di Era Digital

Meskipun tidak keliru, pemaknaan semacam ini berisiko mereduksi makna Hari Ibu hanya pada ekspresi simbolik semata. Padahal, jika ditelaah lebih dalam, Hari Ibu sejatinya merupakan ruang refleksi ideologis dan moral mengenai peran strategis seorang ibu dalam pembentukan karakter individu, ketahanan keluarga, serta keberlanjutan peradaban.

Dalam perspektif Islam, ibu tidak dipahami sekadar sebagai figur domestik yang bertugas mengurus rumah tangga. Lebih dari itu, ibu merupakan pilar utama pendidikan, penjaga nilai moral, dan aktor sentral dalam pembentukan kepribadian manusia sejak usia paling dini. Oleh karena itu, memperingati Hari Ibu seharusnya menjadi momentum untuk meneguhkan kembali kesadaran kolektif tentang posisi penting ibu dalam sistem pendidikan Islam dan kehidupan sosial secara luas.

Bagi dunia pendidikan Islam, khususnya di lingkungan akademik seperti Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Hari Ibu tidak cukup dipahami sebagai agenda tahunan yang bersifat simbolik. Ia perlu dibaca sebagai momentum pedagogis dan kritis untuk merefleksikan nilai keteladanan, pengorbanan, serta tanggung jawab pendidikan yang melekat pada sosok ibu. Refleksi ini penting agar pendidikan Islam tidak terjebak pada wacana normatif semata, tetapi mampu menjawab realitas sosial yang terus berkembang.

Ibu sebagai Madrasah Pertama

Ungkapan klasik dalam tradisi Islam menyebutkan bahwa al-ummu madrasatul ūlā, ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Ungkapan ini bukan sekadar metafora retoris, melainkan mengandung makna filosofis yang sangat mendalam. Pendidikan pertama yang diterima seorang anak tidak berasal dari institusi formal, melainkan dari lingkungan keluarga, dan ibu menjadi aktor utama dalam proses pendidikan tersebut.

Sejak seorang anak lahir, bahkan sejak dalam kandungan, peran ibu telah bekerja secara intensif. Interaksi awal antara ibu dan anak menjadi fondasi pembentukan emosi, kepribadian, serta cara pandang terhadap dunia. Nilai-nilai kasih sayang, kesabaran, kejujuran, disiplin, dan spiritualitas awal banyak ditanamkan melalui keteladanan ibu dalam keseharian. Pada titik inilah, ibu berperan sebagai pendidik utama yang perannya tidak dapat sepenuhnya digantikan oleh teknologi, kurikulum sekolah, maupun institusi pendidikan formal.

Dalam konteks ini, Hari Ibu seharusnya menjadi momen kesadaran bahwa kualitas generasi masa depan sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan yang berlangsung di rumah. Pendidikan karakter, yang saat ini menjadi agenda penting dalam sistem pendidikan nasional, sejatinya telah lama hidup dalam praktik keibuan yang sederhana, konsisten, dan berkelanjutan. Sayangnya, peran fundamental ini sering kali luput dari perhatian dalam wacana pembangunan pendidikan yang terlalu berorientasi pada aspek formal dan institusional.

Kemuliaan Ibu dalam Ajaran Islam

Islam memberikan posisi yang sangat tinggi kepada ibu. Dalam sebuah hadis yang sangat dikenal, Rasulullah SAW menegaskan bahwa ibu memiliki kedudukan tiga kali lebih utama dibanding ayah dalam hal bakti seorang anak. Pesan ini bukan sekadar bentuk penghormatan simbolik, melainkan pengakuan atas beban biologis, psikologis, dan sosial yang dipikul oleh seorang ibu.

Kehamilan, persalinan, menyusui, serta pengasuhan merupakan proses panjang yang menuntut pengorbanan fisik dan emosional yang besar. Islam memandang seluruh proses ini sebagai amal mulia yang memiliki nilai spiritual tinggi. Dengan demikian, pemuliaan terhadap ibu menunjukkan bahwa Islam memandang peran keibuan sebagai tanggung jawab besar dalam membentuk manusia seutuhnya, bukan sekadar peran domestik yang bersifat teknis.

Namun, realitas sosial di era modern menunjukkan paradoks yang cukup tajam. Di tengah pengakuan normatif terhadap kemuliaan ibu, peran keibuan justru sering direduksi dan disubordinasikan. Tekanan ekonomi, budaya produktivitas yang bias gender, serta standar sosial yang tidak adil sering kali menempatkan ibu dalam posisi yang rentan. Dalam konteks inilah, peringatan Hari Ibu perlu dihadirkan sebagai kritik sosial sekaligus pengingat moral agar pemuliaan ibu tidak berhenti pada wacana, tetapi diwujudkan dalam praktik sosial yang adil dan manusiawi.

Tantangan Peran Ibu di Zaman Modern

Peran ibu di era digital menghadapi tantangan yang jauh lebih kompleks dibanding generasi sebelumnya. Arus informasi yang cepat, budaya konsumtif, serta perubahan nilai sosial menuntut ibu untuk berperan ganda. Ibu tidak hanya dituntut sebagai pengasuh, tetapi juga sebagai pendamping intelektual dan moral bagi anak-anaknya.

Di satu sisi, ibu dituntut untuk melek teknologi agar mampu membimbing anak dalam penggunaan media digital secara bijak. Di sisi lain, ibu tetap diharapkan menjaga nilai-nilai tradisional seperti adab, kesantunan, dan spiritualitas. Beban ganda ini sering kali tidak diiringi dengan dukungan struktural yang memadai, baik dari keluarga, masyarakat, maupun negara.

Oleh karena itu, memperingati Hari Ibu seharusnya juga menjadi momentum untuk membangun kesadaran kolektif bahwa peran ibu membutuhkan dukungan nyata. Penghormatan kepada ibu tidak cukup diwujudkan dalam simbol perayaan, tetapi harus diterjemahkan dalam kebijakan pendidikan, budaya kerja yang ramah keluarga, serta relasi sosial yang adil.

Refleksi bagi Akademisi dan Mahasiswa PAI

Bagi mahasiswa dan civitas akademika PAI, Hari Ibu memiliki makna reflektif yang lebih spesifik. Sebagai calon pendidik dan intelektual Muslim, mahasiswa PAI memiliki tanggung jawab moral untuk memahami dan menyuarakan nilai-nilai keislaman secara kontekstual, termasuk dalam isu keluarga dan peran ibu.

Mahasiswa PAI tidak hanya dituntut memahami teori pendidikan Islam, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan nyata. Menghormati ibu, mendukung perannya, serta menjadikan ibu sebagai sumber inspirasi adalah bagian dari praktik pendidikan Islam yang autentik.

Selain itu, Hari Ibu juga dapat dijadikan ruang refleksi kritis terhadap kurikulum pendidikan Islam. Sejauh mana pendidikan Islam telah memberi ruang pembahasan yang komprehensif mengenai peran ibu? Apakah isu keibuan hanya dibahas secara normatif, atau sudah menyentuh realitas sosial yang dihadapi perempuan hari ini? Pertanyaan-pertanyaan ini penting agar pendidikan Islam tetap relevan dan responsif terhadap dinamika zaman.

Ibu, Pendidikan, dan Masa Depan Bangsa

Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kualitas suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas ibunya. Sejarah telah menunjukkan bahwa peradaban besar lahir dari keluarga yang kuat, dan keluarga yang kuat hampir selalu ditopang oleh sosok ibu yang berdaya dan berpendidikan.

Dalam konteks Indonesia, peringatan Hari Ibu memiliki akar historis yang kuat, berangkat dari kesadaran perempuan akan peran strategisnya dalam perjuangan bangsa. Oleh karena itu, Hari Ibu sejatinya bukan hanya perayaan domestik, tetapi juga pengakuan atas kontribusi ibu dalam ruang publik, sosial, dan pendidikan.

Dengan demikian, memperingati Hari Ibu berarti mengakui bahwa pembangunan bangsa tidak hanya soal infrastruktur dan ekonomi, tetapi juga soal pembangunan nilai, moral, dan karakter yang sebagian besar dimulai dari rumah.

Hari Ibu seharusnya menjadi momentum kesadaran kolektif, bukan sekadar rutinitas tahunan. Ia adalah ajakan untuk berhenti sejenak, merenung, dan bertanya: sudahkah kita memuliakan ibu sebagaimana ajaran Islam dan nilai kemanusiaan mengajarkannya?

Baca Juga: Masuk Bulan Rajab, Adakah Puasa Khusus untuk Bulan Ini

Memperingati Hari Ibu adalah bentuk pengakuan bahwa di balik setiap langkah, pencapaian, dan proses pendidikan yang dijalani, ada doa, pengorbanan, dan kasih sayang seorang ibu yang sering kali tak terlihat. Menghormati ibu berarti menghormati kehidupan itu sendiri. Semoga peringatan Hari Ibu tidak berhenti pada kata-kata, tetapi menjelma menjadi sikap, kebijakan, dan tindakan nyata yang memuliakan peran ibu dalam keluarga, pendidikan, dan masyarakat.

Penulis: Admin

Bertita Terkini

Mahasiswa PAI Umsida Raih Emas di PMAP International Innovation Day di UniSZA
December 11, 2025By
Mengatasi Krisis Moralitas Generasi Z Melalui Pendidikan Agama Islam yang Kontekstual
December 6, 2025By
Mahasiswa PAI Umsida Lakukan Observasi Pendidikan Inklusi dan Pembelajaran PAI untuk ABK di SD Muhammadiyah 1 Candi
November 30, 2025By
Banna
Mahasiswa PAI Umsida Banna Nidhamul Ulhaq Jadi Pembaca Ikrar Wisuda Ke-46
November 18, 2025By
pai
Mahasiswa PAI Umsida Raih 2 Prestasi Nasional Lewat Lomba Essay Bertema Islam dan Teknologi
November 6, 2025By
Pendidikan Agama Islam di Era Post-Truth: Menyaring Informasi yang Benar dalam Dunia Maya
October 18, 2025By
Milenial Muslim dan Tren Self-Diagnose: Menggabungkan Psikologi dan Spiritualitas Islam untuk Menghadapi Stres
October 12, 2025By
syair
Syair Al-Qur’an Mahasiswa PAI Warnai Fortama FAI Umsida 2025 dengan Nuansa Spiritual
October 1, 2025By

Prestasi

Mahasiswa PAI Umsida Raih Emas di PMAP International Innovation Day di UniSZA
December 11, 2025By
PAI
Atiyatul Ulya Naila, Mahasiswi PAI Umsida Yang Terpilih Jadi Ketua Umum IMM Averroes 25/26 untuk Buktikan Posisi Strategis Perempuan
November 12, 2025By
pai
Mahasiswa PAI Umsida Raih 2 Prestasi Nasional Lewat Lomba Essay Bertema Islam dan Teknologi
November 6, 2025By
pai
Mahasiswa PAI Umsida Wakili Kampus di Rakernas dan Jambore AMKI Muda 2025
October 31, 2025By
PAI
Mahasiswa PAI Umsida Wakili Jawa Timur di Ajang Nasional Moderasi Beragama dan Bela Negara
October 24, 2025By
Umsida
2 Mahasiswa PAI Umsida Lolos Program Student Exchange ke UNISZA Malaysia 2025
October 6, 2025By
Doa
Doa Nabi Yunus Jadi Kekuatan Putri Hikmiyatil Latifah Raih Emas Tapak Suci Nasional
September 19, 2025By
3 Mahasiswa PAI Umsida Lolos Seleksi Pra Nasional MTQMN XVIII 2025
September 13, 2025By