Degradasi Moral Jadi Cermin Buram Era Digital, PAI Umsida Serukan Penguatan Karakter 

Pai.umsida.ac.id- Fenomena menurunnya moral dan etika sosial dan religius di tengah kemajuan teknologi digital mengundang keprihatinan akademisi FAI Umsida. Melalui pendekatan berbasis agama dan penguatan kurikulum pendidikan moral, solusi pun ditawarkan untuk membentengi generasi bangsa.

Digitalisasi dan Lunturnya Batas Etika

Arus digitalisasi yang kian deras telah mengubah wajah peradaban manusia secara masif, termasuk dalam ranah sosial dan keagamaan. Namun, kemajuan tersebut tidak selalu berdampak positif. Penelitian terbaru dari Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (FAI Umsida) mengungkap bahwa terjadi lonjakan signifikan dalam hal degradasi moral, terutama di kalangan remaja dan tokoh publik.

Baca Juga: FAI Umsida Teken MoA dengan Markaz Arabiyah Pare Untuk Perkuat Sinergi dalam Pengembangan Pembelajaran Bahasa Arab

Penelitian ini dilakukan oleh dosen dan mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) FAI Umsida, yaitu Nur Laylu Sofyana dan Budi Haryanto. Hasil kajian mereka dipublikasikan dalam Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam Vol. 3 No. 4 Tahun 2023, berjudul “Menyoal Degradasi Moral sebagai Dampak dari Era Digital”. Dengan menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR), penelitian ini mengkaji 30 artikel dari periode 2013–2023 untuk memetakan pola-pola penyimpangan nilai moral akibat perkembangan teknologi digital.

Salah satu temuan utama adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai kesopanan yang dulu dianggap tabu, kini menjadi hal lumrah dan diterima masyarakat. “Sikap permisif terhadap kekerasan verbal, pelanggaran etika berpakaian, hingga konsumsi konten dewasa menjadi fenomena yang kian jamak dijumpai di era digital ini,” terang peneliti dalam artikelnya.

Fenomena ini, menurut mereka, menjadi tanda bahwa masyarakat kini mengalami penurunan sensitivitas terhadap etika sosial dan nilai-nilai religius, yang seharusnya menjadi fondasi kehidupan bersama.

Sosok Teladan Kini Tak Lagi Suci

Penelitian tersebut juga menyoroti perubahan perilaku pada kelompok-kelompok yang semestinya menjadi rujukan moral, seperti pejabat publik, tokoh agama, dan figur publik. Dalam kajian itu, disebutkan beberapa contoh pejabat yang secara terbuka mengaku menonton film porno, hingga public figure yang memamerkan gaya hidup hedonis dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam di media sosial.

“Krisis keteladanan ini membuat masyarakat kehilangan kompas moral,” ujar para peneliti. Mereka menegaskan bahwa saat panutan masyarakat justru melakukan penyimpangan, maka akan sulit bagi generasi muda untuk membedakan antara benar dan salah.

Lebih memprihatinkan, tokoh agama yang seharusnya menjadi penjaga nilai moral pun tak luput dari fenomena ini. Dalam beberapa kasus yang dikutip dari referensi jurnal, ditemukan adanya tindakan asusila yang dilakukan oleh tokoh agama terhadap santri mereka sendiri. Hal ini, menurut penelitian tersebut, mencoreng wajah agama dan berpotensi memperlemah kepercayaan masyarakat terhadap institusi keagamaan.

Dari total 25 artikel yang ditelaah, 12 di antaranya mencatat penyimpangan terhadap norma sosial, sedangkan 7 artikel lainnya menyoroti pelanggaran etika kesopanan. Penelitian ini juga menemukan bahwa sebagian besar pelanggaran terjadi melalui konten digital yang menyebar dengan sangat cepat di media sosial.

Pendidikan Agama sebagai Tembok Pertahanan Moral

Menghadapi kenyataan tersebut, para peneliti dari PAI Umsida mengajak seluruh elemen masyarakat untuk kembali memperkuat pendidikan agama sebagai solusi jangka panjang. Mereka menyebutkan bahwa pendidikan Islam harus dijadikan pilar utama dalam membentengi generasi bangsa dari dampak negatif era digital.

“Hablum minallah dan hablum minannas harus diajarkan kembali secara kontekstual kepada peserta didik. Pendidikan agama tidak cukup hanya disampaikan di ruang kelas, tapi harus menjadi napas dalam kehidupan sehari-hari,” tulis mereka dalam kesimpulan jurnal.

Selain itu, pendidikan karakter berbasis Islam juga harus diintegrasikan dalam kurikulum sekolah dan perguruan tinggi. Mereka mendorong institusi pendidikan Islam untuk memperkuat pelajaran akhlak dan budi pekerti, serta menjadikan guru sebagai role model yang bisa diteladani oleh peserta didik.

Penelitian ini juga menekankan pentingnya peran keluarga. Orang tua sebagai madrasah pertama bagi anak perlu proaktif dalam mengawasi penggunaan teknologi oleh anak-anak. Pendampingan spiritual dan pembiasaan nilai-nilai Islam di rumah harus menjadi rutinitas yang dikuatkan kembali.

Tak kalah penting, para peneliti mendorong adanya regulasi yang lebih tegas dari pemerintah terkait penyebaran konten digital yang berpotensi merusak moral masyarakat, terutama generasi muda. Literasi digital dan edukasi etika berinternet harus menjadi bagian dari program pembelajaran nasional.

Baca Juga: Mahasiswa PAI Umsida Harumkan Nama Prodi di Tingkat Nasional Lewat Juara Favorit MTQ di UIN Malang

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan masyarakat tidak hanya mampu bertahan dalam derasnya arus digitalisasi, tetapi juga mampu menjadi pelaku perubahan yang berdaya saing dan tetap memegang teguh nilai-nilai moral dan agama.

Sumber: Nur Laylu Sofyana & Budi Haryanto, Menyoal Degradasi Moral sebagai Dampak dari Era Digital, Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam, Vol. 3, No. 4, 2023.

Editor: Akhmad Hasbul Wafi